Kota Surakarta didirikan pada tahun 1745,
yang ditandai dengan berpindahnya Ibukota Keraton Mataram dari Kartasura ke
Desa Sala setelah terjadi pemberontakan Tionghoa atau Geger Pacinan yang
dipimpin oleh RM. Garendi melawan kekuasaan Pakubowono II. Karena keraton rusak
parah, maka Pakubuwono II memerintahkan kepada Pangeran Wijil bersama Kyai
Kalipah Buyut, Mas Penghulu Pekik Ibrahim serta Tumenggung Tirto Wiguno untuk
mencari lokasi ibukota Kerajaan Mataram Islam yang baru. Maka dibangunlah
Keraton Mataram baru di Surakarta menurut pihak tertentu nama asli Surakarta
adalah Salakarta atau Sala. Desa Sala merupakan desa yang mempunyai Bandar
pelabuhan besar di Kampung Mojo yang terletak di pinggir Sungai Bengawan Solo.
Terbentuknya daerah Surakarta sangat dipengaruhi pada masa pemerintahan
kolonial Belanda. Setelah adanya perjanjian Giyanti tahun 1755 dan perjanjian
Salatiga 1757, yang berujung pada pembagian kerajaan Mataram menjadi tiga
bagian yaitu: Kasunanan Surakarta, Kasultan Jogyakarta, Mangkunegaran. Pada
tahun 1874 reorganisasi daerah Surakarta dilakukan oleh Pemerintah kolonial
Belanda yang kemudian ditetapkan dalam Staad Blaad Nomor 37
tahun 1874 dan Nomor 9 tahun 1848. Reorganisasi yang dilakukan oleh pemerintah
kolonial Belanda sesungguhnya hanya suatu upaya agar pemerintah daerah
Surakarta memberikan manfaat terhadap kepentingan pemerintahan mereka, selain
itu hanyalah untuk memanfaatkan pemerintahan daerah Surakarta agar membantu dan
bekerjasama dengan pemerintah kolonial Belanda, sehingga pemerintahan kolonial
Belanda dapat mengendalikan pemerintahan daerah Surakarta. Setelah Kemerdekaan
tahun 1945, Pemerintahan Daerah Surakarta mulai diatur Undang-Undang dari
pusat. Pemerintah daerah Surakarta dibentuk pada tahun 1950 berdasarkan
Undang-Undang No. 16 tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Besar
dalam Lingkungan Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, dan Daerah
Istemewa Yogyakarta (DIY). Berdasarkan Undang-Undang tersebut, maka daerah Kota
Surakarta memiliki wewenang dalam menyelenggarakan pemerintahannya yaitu Surat
Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Sementara SKDPRS Kota Surakarta pada tanggal
13 Maret 1956 tentang Susunan Pemerintahan Daerah Formasi Daerah. Dalam rangka
membantu Kepala Daerah untuk menentukan kebijaksanaan di Bidang Perencanaan
Pembangunan Daerah serta penilaian atas pelaksanaannya, sesuai Keputusan
Presiden No. 27 Tahun 1980 maka dibentuklah suatu badan yang menangani masalah
perencanaan pembangunan, yang disebut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda).
Adapun pembentukan Bappeda Kota Surakarta
ini berdasarkan Surat Keputusan Walikota Surakarta No. 9 Tahun 1981, serta
diperkuat dengan adanya instruksi Gubernur Kepala Daerah tingkat I Jawa
Tengah No. 063 32 1981 tertanggal 18 Agustus 1981 tentang "Pembentukan
Bappeda Kota Surakarta".
Pada
tahun 2002, berdasarkan Surat Keputusan Walikota Surakarta No. 9 tahun 2002
nama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) diganti
dengan Badan Perencanaan Daerah (Bapeda). Kemudian pada tahun 2008,
nama Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) diganti lagi seperti sebelumnya yaitu
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Hal ini mengacu pada
Peraturan Walikota Surakarta No. 27 Tahun 2008 tentang Penjabaran Tugas Pokok,
Fungsi Tata Kerja Bappeda Kota Surakarta. Pada tahun 2017, nama Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) diganti dengan Badan
Perencanaan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bapppeda) berdasarkan
Surat Keputusan Walikota Surakarta No. 27c tahun 2016 tentang Kedudukan Susunan
Organisasi Tugas Fungsi Dan Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Surakarta. Dengan
adanya Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi
Nasional, bidang litbang berpisah dari Bapppeda dan berdiri menjadi Badan
Penelitian dan Pengembangan Daerah dan Bapppeda kembali menjadi Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dengan Tipe A
melaksanan fungsi penunjang perencanaan seperti tercantum dalam Peraturan
Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pembentukan dan Susunan
Perangkat Daerah.